Sabtu, 29 Juni 2013

KRITIK PARADIGMA FIQH

# Kritik paradigma fiqh

Semua yang berasal dari Allah bersifat kekal begitu pula perintahnya yang sering kita sebut sebagai syari'at. syari'at merupakan perintah Allah yang disampaikan melalui lisan utusan (Rasul), dalam Islam Nabi Muhammad-lah sebgai utusan Allah. syari'at bersifat universal, bisa menyangkut ahkam i'tiqadiyah (tauhid), ahkam wijdaniyah (tasawuf) dan ahkam amaliyah (fiqh). ini jelas menujukkan perbedaan antara syari'at dengan fiqh terkait dengan sifatnya. fiqh merupakan produk manusia, bukan produk Allah maupun Nabi. maka dari itu fiqh bersifat relatif, artinya keberlakuannya terbatas oleh ruang dan waktu. ironisnya, kita selama ini menganggap fiqh sebagai produk illahi yang kebenarannya absolut, sehingga kita enggan mengkritik fiqh dan produk hukum dari fiqh, lebih parahnya kita hanya bertaqlid buta kepada satu mazhab dan enggan mempertimbangkan mashlahat yang tentunya mungkin kita ditemukan dalam mazhab yang lain. padahal secara qur'ani n haditsi, kata fiqh sering kali berbentuk fi'il mudhari' yang secara nahwiyah berfaidah menerangkan zaman hal (present) n istiqbal (future), tentunya ini memperjelas bahwa fiqh itu harus disesuaikan dengan masa kini n masa yg akan datang (up to date) bukan bertaqlid buta terhadap produk-produk hukum masa lalu. ijtihad tidak hanya monoton terhadap qaul2 ulama' (ijtihad qauli) melainkan harus berpindah ke metodologis ulama mazhab dalam istimbath hukum (ijtihad manhaji). sebab tujuan syari'at adalah mashlahat, maka tentu pendapat yang dimenangkan ialah pendapat yang mengacu kepada kemashlahatan umum (tidak peduli entah didapatkan di qaul syafi'i, hanafi, maliki, hambali). wallahu a'lam bisshowab,,

>> keluhan masyarakat akademisi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar