KRITIK PARADIGMA FIQH
# Kritik paradigma fiqh
Semua yang berasal dari Allah bersifat kekal begitu pula perintahnya
yang sering kita sebut sebagai syari'at. syari'at merupakan perintah
Allah yang disampaikan melalui lisan utusan (Rasul), dalam Islam Nabi
Muhammad-lah sebgai utusan Allah. syari'at bersifat universal, bisa
menyangkut ahkam i'tiqadiyah (tauhid), ahkam wijdaniyah (tasawuf) dan
ahkam amaliyah (fiqh). ini jelas menujukkan perbedaan antara syari'at
dengan fiqh terkait dengan sifatnya. fiqh merupakan produk manusia,
bukan produk Allah maupun Nabi. maka dari itu fiqh bersifat relatif,
artinya keberlakuannya terbatas oleh ruang dan waktu. ironisnya, kita
selama ini menganggap fiqh sebagai produk illahi yang kebenarannya
absolut, sehingga kita enggan mengkritik fiqh dan produk hukum dari
fiqh, lebih parahnya kita hanya bertaqlid buta kepada satu mazhab dan
enggan mempertimbangkan mashlahat yang tentunya mungkin kita ditemukan
dalam mazhab yang lain. padahal secara
qur'ani n haditsi, kata fiqh sering kali berbentuk fi'il mudhari' yang
secara nahwiyah berfaidah menerangkan zaman hal (present) n istiqbal
(future), tentunya ini memperjelas bahwa fiqh itu harus disesuaikan
dengan masa kini n masa yg akan datang (up to date) bukan bertaqlid buta
terhadap produk-produk hukum masa lalu. ijtihad tidak hanya monoton
terhadap qaul2 ulama' (ijtihad qauli) melainkan harus berpindah ke
metodologis ulama mazhab dalam istimbath hukum (ijtihad manhaji). sebab
tujuan syari'at adalah mashlahat, maka tentu pendapat yang dimenangkan
ialah pendapat yang mengacu kepada kemashlahatan umum (tidak peduli
entah didapatkan di qaul syafi'i, hanafi, maliki, hambali). wallahu
a'lam bisshowab,,
>> keluhan masyarakat akademisi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar